Melapor Polisi Malah Dihina
Pada 20 April lalu sekitar pukul 16.30 di Desa Semanding, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, sepeda motor saya, Suzuki (nomor polisi: S 6506 HS) dibuat celaka oleh Andri dan Hermawanto alias Herman yang saat itu juga membawa sepeda motor. Setelah ditunggu selama dua hari untuk diselesaikan secara kekeluargaan, pihak keluarga penabrak tidak ada itikad baik, bahkan menantang tidak takut untuk dilaporkan kepada polisi karena akan dipanggilkan familinya yang menjadi polisi di Lamongan dan juga ada marinir.
Tanggal 23 April 2008 pukul 10.00 saya melaporkan kejadian tersebut ke Markas Polres Tuban bersama korban luka serta barang bukti kendaraan dalam kondisi rusak (diterima Saudara Lik Mutaram Unit II Reskrim Polsre Tuban). Yang bersangkutan menolak tanpa melihat barang bukti walaupun kendaraan yang rusak bisa dijadikan barang bukti dengan alasan korban hanya luka ringan tidak sampai patah tulang, luka berat, atau meninggal dunia. Juga dijelaskan bahwa sepeda motor Suzuki Smash milik saya harganya hanya Rp 8 juta, lebih mahal Honda Tiger yang harganya Rp 18 juta.
Apa ada peraturan yang mengatur diterima dan tidaknya laporan masyarakat yang merasa dirugikan tentang luka yang diderita serta harga barang yang lebih murah? Dengan berat hati karena kendaraan itu satu-satunya alat untuk mencari nafkah dan membiayai sekolah anak, dan saya tidak mampu memperbaiki sekaligus membayar angsuran serta denda, maka sepeda motor itu saya kembalikan ke perusahaan leasing Adira dalam keadaan rusak, Selasa (17/6).
Merasa laporan saya ditolak dan mendapat perlindungan polisi, terlapor bersama teman-temannya membuat keonaran di kampung dan melakukan tindakan yang lebih berani, yaitu mencuri sepeda motor dan tertangkap. Ironis iklan layanan masyarakat yang ditayangkan di televisi bahwa polisi akan melayani dan melindungi masyarakat, tetapi kenyataan yang saya alami merasa dirugikan, yaitu melapor ditolak, dilecehkan, dan dihina.
Pada 20 April lalu sekitar pukul 16.30 di Desa Semanding, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, sepeda motor saya, Suzuki (nomor polisi: S 6506 HS) dibuat celaka oleh Andri dan Hermawanto alias Herman yang saat itu juga membawa sepeda motor. Setelah ditunggu selama dua hari untuk diselesaikan secara kekeluargaan, pihak keluarga penabrak tidak ada itikad baik, bahkan menantang tidak takut untuk dilaporkan kepada polisi karena akan dipanggilkan familinya yang menjadi polisi di Lamongan dan juga ada marinir.
Tanggal 23 April 2008 pukul 10.00 saya melaporkan kejadian tersebut ke Markas Polres Tuban bersama korban luka serta barang bukti kendaraan dalam kondisi rusak (diterima Saudara Lik Mutaram Unit II Reskrim Polsre Tuban). Yang bersangkutan menolak tanpa melihat barang bukti walaupun kendaraan yang rusak bisa dijadikan barang bukti dengan alasan korban hanya luka ringan tidak sampai patah tulang, luka berat, atau meninggal dunia. Juga dijelaskan bahwa sepeda motor Suzuki Smash milik saya harganya hanya Rp 8 juta, lebih mahal Honda Tiger yang harganya Rp 18 juta.
Apa ada peraturan yang mengatur diterima dan tidaknya laporan masyarakat yang merasa dirugikan tentang luka yang diderita serta harga barang yang lebih murah? Dengan berat hati karena kendaraan itu satu-satunya alat untuk mencari nafkah dan membiayai sekolah anak, dan saya tidak mampu memperbaiki sekaligus membayar angsuran serta denda, maka sepeda motor itu saya kembalikan ke perusahaan leasing Adira dalam keadaan rusak, Selasa (17/6).
Merasa laporan saya ditolak dan mendapat perlindungan polisi, terlapor bersama teman-temannya membuat keonaran di kampung dan melakukan tindakan yang lebih berani, yaitu mencuri sepeda motor dan tertangkap. Ironis iklan layanan masyarakat yang ditayangkan di televisi bahwa polisi akan melayani dan melindungi masyarakat, tetapi kenyataan yang saya alami merasa dirugikan, yaitu melapor ditolak, dilecehkan, dan dihina.
Agus Bambang Jalan Lukman Hakim 102, Tuban, Jawa Timur
Pemilik honda tiger tertangkap tidak?